Negeriku kekeringan air mata, negeriku berlumuran darah, negeriku meregang nyawa. Anak-anak negeri menjadi durhaka, berbondong-bondong menikam, menggerogoti setiap inchi tubuhnya yang telah renta karena usia. Mereka menjadi beringas, mencabik-cabik, mengoyak-ngoyak memperebutkannya seperti binatang buas memperebutkan buruannya.
Ibuku hanya bisa menutupi kedua mataku seolah tak tega melihat monster-monster berwujud manusia yang yang berakal tapi seolah hilang akalnya, yang berhati tapi seolah mati hatinya, yang beradab tapi terpuji kebiadabannya. Meraka memepebutkan negeri ini dengan bertopeng pahlawan, mereka seolah bergandengan tangan tapi taktik, intrik bersembunyi dibalik seriangai senyumnya yang munafik.
Dulu negeri ini harum hingga keharumannya membuat terbangun penghuni surga untuk memberikan anugrah untuknya. Dahulu negeri ini berjaya namanya besar terpapmpang di atap langit, dahulu negeri ini berjaya yang ketika namanya disebut segan semua yang mendengarnya. Tapi itu dulu....
0 comments:
Post a Comment